TRADISI GREBEK BESAR
TRADISI GREBEK BESAR
Tradisis grebek pasar merupakan tradisi turun temurun yang masih ada di Kota demak sampai sekarang,Kenapa dinamakan Grebek basar karena teradisi itu di laksanakna pada bulan besar
atau nama islamnya bulan Dzulhijah tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijah.
Tradisi Grebek besar di mulai dari pendopo Kabupaten Demak sampai ke Makam sunan kalijaga yang terletak di desa Kadilangu yang jaraknya sekitar 2 kilometer.
Tradisi Grebek Besar adalah murni hasil ciptaan para wali. Pelaksanaannya dimulai setelah walisongo angkatan I mengadakan sidang di serambi Masjid Agung Ampel Dento Surabaya, keputusannya sebagai berikut :
“NGENANI ANANE SOMAWONO KIPRAH MEKARE TSAQOFAH HINDU ING NUSA SALALADANE, JUWAJIBAN PORO WALI AREP ALAKU TUT WURI ANGISENI. DARAPUN SUPOYO SANAK-SANAK HINDU MALAH LEGO-LEGOWO MANJING ISLAM.
Artinya : Dengan adanya perkembangan ajaran Hindu di pulau wilayah ini, tugas para wali dakwah menyesuaikan adat istiadat setempat sambil mengisi nafas Islam, agar supaya masyarakat Hindu hatinya rela dan tulus ikhlas masuk Islam.
Keputusan sidang ditulis Sunan Bonang dengan Huruf Arab Gondil, bentuknya notulen singkat. Pada tahun 1938 M, masih tersimpan di dalam mushola Astana Tuban dirawat oleh juru kunci yang bernama Raden Panji Soleh.
Catatan sejarah Kabupaten Demak memang tidak lepas dari perjuangan para wali (walisongo) dalam kegiatan menyebarkan agama Islam pada abad XV, yaitu keberadaan Demak sebagai pusat kerajaan Islam (Kasultanan Bintoro) di Pulau Jawa dengan ”masterpieces”nya adalah Sunan Kalijaga dan Sultan Fatah yang diakui merupakan tokoh-tokoh besar dan berpengaruh dalam lintas sejarah Kabupaten Demak.
Tidaklah mengherankan jika kemudian beragam acara ritual yang dimulai atau diperkenalkan oleh kedua tokoh tersebut masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi semacam upacara ritual yang selalu dinantikan orang, tidak hanya oleh para warga kota wali sendiri tetapi juga dari luar daerah.
Pada masa Sunan Kalijaga menjadi penasihat spiritual Sultan Bintoro, khususnya pada masa emas kejayaan pemerintahan Sultan Fatah. Beliau antara lain menyelenggarakan Grebeg Besar sebagai media da’wah. Tradisi ini diselenggarakan tiap tanggal 10 Dzulhijjah bersama dengan datangnya peringatan Hari Raya Idul Adha (Qurban).
Hanya saja sebetulnya Grebeg Besar ini pada masa pertama kalinya mulai dilaksanakan di Demak, tidak hanya sekali setahun pada saat Idul Adha. Tetapi memang menurut catatan sejarahnya, semula tradisi Grebeg Besar ada empat, yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar.Adapun sampai kini masih berlangsung di Demak adalah Grebeg Besar. Sementara di luar Grebeg besar yang kini masih dilestarikan adalah di kerajaan Solo, Yogyakarta dan Cirebon.
Acara Grebeg Besar Demak mempunyai urutan tata cara perayaan sebagai berikut :
1. Diawali dengan saling bersilaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dengan Bupati dan Wakil Bupati Demak, beserta jajaran Muspida Demak. Bupati Demak bersama rombongan bersilaturahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang ditempatkan di Pendopo Noto Bratan Kadilangu Demak. Selanjutnya, sesepuh Kadilangu dan keluarga Kasepuhan bersilaturhmi ke Kabupaten Demak dan biasanya mereka diterima Bupati di ruang tamu Kadipaten Demak.
2. Setelah silaturahmi, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak dan jajaran pemerintah Kabupaten Demak ziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak, dan dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Kalijaga.
3. Kemudian Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring Jogo Indah.
4. Pada malam menjelang Idul Adha diadakan upacara Tumpeng Walisongo/Sembilan yang menggambarkan jumlah 9 wali (walisongo), diserahkan Bupati Demak kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan kepada para pengunjung.
5. Tepat pada tangaal 10 Dzulhijjah diadakan acara penjamasan Kotang Ontokusumo yang dimulai setelah selesai Sholat Idul Adha. Penjamasan dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak dengan penyerahan minyak jamas oleh Bupati kepada Manggala Prajurit yang akan membawanya ke Kadilangu dengan dikawal prajurit patang puluhan yang berjalan kaki dengan berjarak 2 Km. Bupati sekeluarga beserta para pejabat Pemerintah kabupaten Demak turut mengantar minyak jamas dengan menaiki kereta Kencana. Sesampainya di Kadilangu, minyak jamas diterima oleh Sesepuh Kadilangu selanjutnya digunakan untuk menjamas Kotang Ontokusumo dan Keris Kyai Crubuk.
sumber:https://wisatademak.wordpress.com/2011/11/11/sejarah-tradisi-grebeg-besar-di-jawa/
Komentar
Posting Komentar